Komisi IX Serap Masukan Pengupahan Buruh di Kepri
Anggota Komisi IX DPR RI Suir Syam memimpin pertemuan Tim Kunspek Komisi IX DPR RI dengan Pemprov Kepulauan Riau. Foto: Rizka/sf
Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dipimpin Anggota Komisi IX DPR RI Suir Syam menyerap masukan terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2019 di Provinsi Kepulauan Riau. Suir Syam berharap, dalam Kunspek Komisi IX DPR RI ke Kepri ini pihaknya mendapat gambaran tentang penetapan UMP dan mekanisme pengupahan pekerja dan buruh dikaitkan dengan kesejahteraan pekerja industri.
“Hasil Kunspek ini akan ditindaklanjuti dengan mitra kerja terkait, saat rapat kerja dan rapat dengar pendapat di Komisi IX DPR RI,” kata Suir Syam saat pertemuan dengan Kepala Badan Kesbangpol Kepri Lamidi dan perwakilan Aliansi SP/SB, perwakilan pengusaha, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kepri, Kadisnaker Kota Batam, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Staf Ahli Gubernur Kepri di Graha Kepri, Batam, Selasa (26/3/2019).
Kadisnaker Kepri Tagor Napitupulu memaparkan, Gubernur Kepri masih menimbang Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Kota Batam tahun 2019, karena melihat situasi ekonomi yang menurun dan banyak perusahaan yang tidak mampu membayar upah, serta adanya perusahaan yang tutup. “Mudah-mudahan UMSK secepatnya ditetapkan dan kami akan mencoba bertemu lagi dengan pengusaha, itu hasil terakhir pertemuan,” paparnya.
Sementara itu, Juru bicara Dewan Perwakilan Wilayah Serikat Pekerja Aneka Industri Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Kepri yang merupakan perwakilan dari pekerja mengatakan bahwa permasalahan di daerah ini terkait upah kemungkinannya yaitu ketika Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ditetapkan. Padahal ada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terkait bagaimana upah itu ditentukan.
Menanggapai hal ini, Suir Syam menilai UMP Kepri tidak ada masalah. Namun yang menjadi masalah adalah aturan pengupahan yang mengikat bagi pusat dan daerah, sehingga Gubernur Kepri tidak berani menandatangani besaran UMP. Sementara pekerja dan buruh mendesak Gubernur agar menandatanganinya. “Mengenai regulasi itu, ada aturan besaran upah atas berapa, sedangkan di sini nampaknya lebih tinggi. Sehingga Gubernur tidak berani menandatangani, karena ada sanksinya,” ujar politisi Partai Gerindra itu.
Selanjutnya Komisi IX DPR RI akan memanggil Kementerian Ketenagakerjaan dan instansi terkait untuk membahas permasalahan ini, agar ada solusinya. Karena permasalahan ini terjadi hampir di semua daerah. “Hal yang disampaikan perwakilan pengusaha dan buruh adalah aturan yang tumpang tindih di pemerintah pusat, khususnya menyangkut keputusan Menteri Ketenagakerjaan yang tidak sinkron,” pungkasnya. (ran/sf)